Kue Bakul Goreng Telur

Kue bakul goreng telur

"Pen, Imlekan nih?" tanya saya pada Apen (Afriandy), teman saya yang beragama Buddha yang pada tanggal 23 Januari lalu merayakan Imlek.

"Iya, nih," jawabnya.

"Wah, bagi-bagi kue bakul, dong, Pen..." goda saya.

"Boleh... boleh... Tapi satu aja, ya?" katanya.

Secuil percakapan di atas memulai cerita tentang rasa penasaran saya bagaimana kue bakul dinikmati oleh orang Cina, terutama teman saya, si Apen.


Sore itu Apen mengantarkan kue bakul untuk saya. Saya langsung menerima kue khas Imlek itu. Kemudian saya menanyakan cara menikmati kue bakul yang teksturnya keras itu.

"Aku, sih, biasanya kuenya digoreng."

Yes, berarti sudah benar, seru saya dalam hati. Dulu bunda juga mendapat kue bakul dari muridnya (bunda saya seorang guru). Setiba di rumah, bunda menggorengnya dengan tepung. Rasanya? Mantap.

Tapi Apen menjawab, "Mamaku gorengnya pake telur. Kuenya diiris-iris terus dicelupin ke telur, baru digoreng."

Yaah, beda, deh. Tapi, sepulang Apen dari rumah saya, saya langsung mengajak bunda untuk menggoreng kue bakul dengan cara yang diberitahu Apen: pakai telur.

Setelah aku mencoba kue bakul goreng telur, wah, rasanya perfecto!

Makasih, Apen, ya atas kue bakulnya.

Mau lagi, dong...